MEDIA CENTER HORIZONTAL
Thursday, 15 May 2025

Berani Menulis Kebenaran: Pesan dari Pemred Majalah Aula NU Jatim

Surabaya, MCNU Sidoraharjo

“Berita hoak saja berani diberitakan, masak kita yang membawa kebenaran justru tidak berani?” Kalimat tajam namun penuh semangat itu dilontarkan Gus Muhammad Natsir, Pemimpin Redaksi Majalah Aula Jawa Timur, dalam kesempatan bincang media santai namun berbobot di kantor PT. Aula Majalah Grup , belum lama ini (16/05/2025).

Diskusi yang diikuti oleh para pegiat media ranting NU Sidoraharjo ini, mengupas tuntas soal media, tantangan jurnalistik, dan kesadaran masyarakat dalam mengakses serta menyebarkan informasi.

Menurut Gus Natsir, media di level ranting NU sejatinya memiliki kekuatan besar sebagai corong informasi sekaligus alat dakwah. Namun sayangnya, potensi ini belum tergarap maksimal.

“Banyak ranting yang belum punya media, atau kalaupun ada, hanya aktif saat menjelang pergantian kepengurusan saja,” ujar beliau. Padahal, menurutnya, kekuatan NU sebenarnya justru ada di ranting. ” di MWCNU, PCNU, PWNU sampai PBNU itu kebanyakan fokusnya hanya di administratif.”

|Baca Juga|

Media Center NU Sidoraharjo | Gelar Kunjungan Industri dan Studi Tiru ke PT Aula Media NU Jawa Timur

Garda depan yang bergesekan langsung dengan golongan sebelah, ya berada diranting. Mereka membuat gerakan lewat tulisan, mari kita lawan juga dengan tulisan. Oleh karena itu selama ini topik tulisan di Majalah Aula ini, menampilkan NU dengan wajah yang mendidik, sejuk, dan mencerahkah kepada masyarakat. ” kami ingin mencitrakan bahwasanya di NU itu adem ayem,” imbuhya.

Kondisi masyarakat hari ini sedang mengalami ‘banjir informasi’. Sayangnya, tidak semua informasi yang tersebar bisa dipertanggungjawabkan. “Filter terhadap media sangat minim,” kata Gus Natsir. Hal inilah yang membuat berita hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian mudah menyebar—terutama di platform media sosial.

Ia menegaskan bahwa ini bukan alasan untuk pesimis, tapi justru peluang besar bagi kader NU khususnya di ranting untuk hadir dan mengisi ruang digital dengan konten yang sehat, mendidik, dan menyejukkan. “Harus berani dulu, meskipun belum bagus. Keberanian adalah modal awal,” tambahnya.

Di sisi lain, masyarakat kita masih minim kesadaran literasi digital. Banyak yang menerima informasi tanpa membaca secara utuh, apalagi melakukan verifikasi. Bahkan, meyakini berita atau informasi dengan kebenaran tunggal.

Fenomena ini tentu menjadi alarm bahaya. Sebab tanpa kemampuan memilah informasi, masyarakat bisa terseret arus manipulasi informasi yang merugikan. “Media NU harus hadir untuk mendidik dan meluruskan” tegasnya.

Mari manfaatkan kesempatan perkembangan dan akses teknologi yang mudah ini untuk meramaikan gerakan lewat tulisan. Beliau juga mengutip dawuh Gus Salam cucu dari salah satu pendiri NU Kh. Bisri Sansuri, “semakin banyak kegiatan NU yang di publikasikan, maka semakin baik.”

Diskusi bersama Gus Natsir menyadarkan kita bahwa membangun media bukan semata urusan teknologi, tapi soal keberanian. Keberanian untuk memulai, untuk bergerak, dan untuk menyuarakan kebenaran meski di tengah arus kebisingan informasi yang tak terkendalikan.

Sidoraharjo dan desa-desa lain punya potensi besar untuk tampil lewat media ranting yang aktif, kreatif, dan inspiratif. Tinggal satu kata: harus berani! .

Penulis : Yazid
Editor: Ali

Berikan Komentar

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan
Alamat email Anda tidak akan ditampilkan