MCNU Sidoraharjo | Lailatul Ijtima, sebuah malam perkumpulan yang memiliki tujuan yang membawa manfaat dan keberkahan bagi masyarakat semua. Baik dibidang sosial,masyarakat dan juga agama,setidaknya itu yang menjadi tujuan NU Sidoraharjo menyelenggarakan kegiatan Lailatul Ijtima’.
Nahdlatul Ulama’ (NU) memiliki identitas yang kuat sebagai penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja). Dibuktikan dengan AD & ART-nya, secara tegas menyatakan bahwa NU berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), dalam bidang aqidah mengikuti mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu dari mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali), dan dalam bidang tasawuf mengikuti mazhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali. Melalui NU kita dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran yang asli diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui para sahabat,tabiin tabiat hingga sampai ke ulama dan kiyai.
Lantas, apa yang menyebabkan berdirinya NU dan mengapa kita mengikuti NU? Latar belakang didirikannya NU bermula ketika Makkah dan Madinah pada saat itu dikuasai oleh raja saud yang beraliran Wahhabi. Beliau ingin melarang kemerdekaan bermazhab dengan menerapkan asas tunggal mazhab Wahhabi di wilayah Hijaz (Arab Saudi). Apalagi disusul kabar rencana pembongkaran situs-situs warisan peradaban Islam, termasuk makam Rasulullah,ka’bah dll.
Mendengar informasi itu, para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dari berbagai belahan dunia melancarkan protes keras. Termasuk para ulama Ahlussunnah dari Indonesia. Ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dari berbagai pondok pesantren di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di dua kota suci tersebut. Dari pertemuan itu lahirlah panita Komite Hijaz yang diberi mandat untuk menghadap raja Ibnu Sa’ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia.
Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk yang menaungi Komite Hijaz. Organisasi ini kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) yang disingkat NU, dengan Rais Akbar Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari.
Materi pokok yang hendak disampaikan langsung oleh Komite Hijaz ke hadapan raja Ibnu Sa’ud, di antaranya adalah Pertama, Memohon diberlakukan kebebasan bermazhab pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Ke dua: Memohon agar tempat2 bersejarah seperti Ka’bah,Masjidil haram makam nabi dll tidak di hancurkan.
Sebagai jama’ah Nahdlatul Ulama’, setidaknya kita memiliki beberapa pegangan yang penting:
- Al Amalu Bi Nahdlotil Ulama’: Kita senantiasa melaksanakan ajaran Aswaja dengan penuh keyakinan, termasuk melakukan amalan seperti tahlilan, manaqiban, dan istighosah.
- Al Fikrotu Bi Nahdlotil Ulama’: Berfikir dan bersikap seperti orang NU, memiliki sikap toleransi, beretika, dan tidak mudah terkejut.
- Al Harokatu Bi Nahdlotil Ulama’: Kita bergerak dengan istiqamah dalam menghidupkan program-program NU sesuai dengan bidang masing-masing.
- Al Ghirrotu Bi Nahdotil Ulama’: Selalu semangat untuk berkhidmah di NU dan melaksanakan program-program yang telah direncanakan.
Khidmah di NU memiliki berkah dalam kehidupan kita dan diakui sebagai santri KH. Hasyim Asyari. Bahkan kita di doakan khusnul khotimah ketika kita meninggal dunia. Terdapat berbagai macam bentuk khidmah yang dapat kita lakukan, seperti khidmah bin nafsi (pengabdian diri), khidmah bil maal (pelayanan melalui harta), dan khidmah bil ilmi (pelayanan melalui ilmu), Dengan menjalankan pegangan ini, kita dapat memperkuat keaswajaan (keimanan) dan keorganisasian NU serta memberikan kontribusi positif dalam kehidupan beragama dan sosial.
Disampaikan Oleh : Ust. Ali Murtadlo ( Rois Syuriyah NU Sidoraharjo
Diolah dari: Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama’
Penulis : Ach. Syaiful Amri
Editor: Achmad Ali